HUT ke-17, Transjakarta Ingin Tingkatkan Penumpang & Patuhi Protokol Kesehatan |
![]() |
![]() |
![]() |
Wednesday, 20 January 2021 14:18 |
INSTRAN.org - Layanan angkutan massal berbasis bus jaringan Transjakarta sudah memasuki tahun ke-17. Dengan adanya pandemi, jaringan angkutan umum yang semula pernah melayani hingga 1 juta orang per hari itu, kini kehilangan sebagian besar penumpangnya.
Ada pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan Transjakarta, yaitu mengembalikan lagi "mantan-mantan" penggunanya untuk mau menggunakan bus berjalur khusus tersebut, di samping upaya mewujudkan layanan yang terintegrasi antarmoda. Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyatakan, melihat perjalanan Transjakarta sebelum pandemi COVID-19, angkutan massal yang dikelola perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini menunjukkan kinerja positif. Setidaknya 1 juta pelanggan dalam satu hari pernah dilayani. Angka tertinggi jumlah penumpang Transjakarta 1.041.815 pelanggan tercatat terlayani pada 2 Maret 2020. Angka sebesar itu tak lepas dari jumlah rute yang diaktifkan melayani warga. Tak kurang dari ada 248 rute, baik koridor maupun non-koridor dilayani berbagai jenis armada Transjakarta. Tak lupa, bus-bus kecil yang turut masuk dalam sistem Jaklingko, mereka juga ambil andil dalam menyuplai penumpang ke halte-halte Transjakarta. Mereka menambah angka keterangkutan. Saat pandemi COVID-19 merebak yang diikuti pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, cerita mulai berbeda. Mulai Maret 2020, angka penumpang Transjakarta terus turun. Darmaningtyas menjelaskan, penurunan penumpang terjadi seiring dengan pemberlakuan aturan protokol kesehatan di sarana dan prasarana angkutan umum, pembatasan kapasitas penumpang, kebijakan jumlah pekerja di perkantoran, hingga kebijakan bekerja dari rumah atau work from home. Sampai Oktober 2020, angka penumpang Transjakarta belum sepenuhnya pulih. Angka terakhir masih di kisaran 350.000-400.000 penumpang per hari. Artinya, angka itu sama dengan situasi ketika Transjakarta beroperasi dengan 10 koridor. Sementara itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta Damantoro menjelaskan, untuk perusahaan daerah seperti Transjakarta, pandemi seharusnya dipandang sebagai peluang. Kalau mau memandang pandemi sebagai krisis, lanjut Damantoro, dalam kenyataannya Pemprov DKI tetap memberikan kepastian jaminan dan pendanaan subsidi (public service obligation) kepada Transjakarta hingga tahun ke-17 saat ini. Justru Transjakarta mesti melihat pandemi sebagai peluang, bagaimana menciptakan model bisnis yang ligat dan tahan menghadapi perubahan-perubahan. Pandemi memunculkan perubahan perilaku pelanggan. Peluangnya adalah menciptakan bisnis model baru yang benar-benar memahami perilaku pelanggannya. Dalam survei yang dilakukan MTI pada Juni 2020, lanjut Haryasetyaka, ada 66 persen penumpang yang sebelumnya aktif menggunakan Transjakarta sebagai alat mobilitasnya akan kembali menggunakan Transjakarta. Ada 33 persen lainnya yang masih harus diyakinkan. "Tentu saja kampanye-kampanye dan penerapan protokol kesehatan di angkutan umum tetap harus diterapkan secara ketat," kata Damantoro seperti diberitakan kompas.id (19/1/2021). Dengan melakukan upaya-upaya itu, Damantoro optimistis, bukan tidak mungkin pelanggan mau kembali. "Tetapi pasti pelan-pelan kembalinya karena pandemi masih berlangsung," katanya. Integrasi Antarmoda Di tengah semua tantangan itu, baik Damantoro atau Darmaningtyas menyebutkan pekerjaan rumah lain yang sebetulnya peluang bagi Transjakarta di tengah pandemi, yaitu integrasi. Bukan hanya integrasi fisik, melainkan juga integrasi antarmoda. Darmaningtyas menyebut, Transjakarta masih punya pekerjaan rumah untuk mengintegrasikan bus-bus kecil, bus sedang, dan bus besar dalam sistem integrasi Jak Lingko. Untuk bisa menyuplai penumpang, yang harus didorong adalah bagaimana mengintegrasikan angkutan kota dari pinggiran dengan Transjakarta dalam sistem Jak lingko itu mestinya harus dikembangkan. Bus-bus kecil atau yang dulunya angkutan kota dan dalam ekosistem Jak Lingko disebut mikrotrans, bisa dirangkul lebih banyak lagi untuk masuk dalam sistem manajemen Transjakarta. Mikrotrans itu bisa lincah melayani penumpang hingga ke kawasan permukiman yang padat, di pinggiran, hingga kawasan pasar atau perniagaan. "Saya kira itu yang harus didorong. Bagaimana mengintegrasikan angkutan kota di pinggiran dengan Transjakarta dalam sistem Jak Lingko itu mestinya harus dikembangkan di dalam Jakarta hingga ke pinggir-pinggir, semua angkot pada akhirnya harus terintegrasi," kata Darmaningtyas. Tentu, untuk kenyamanan, menambah armada mikrotrans yang dilengkapi dengan pendingin dan ada standar layanan minimum yang harus dipatuhi pengemudi dan operator, perlu dikerjakan. Itu memberi daya tarik bagi pelanggan. Integrasi lainnya, tentu saja dengan moda angkutan lainnya seperti kereta komuter, MRT, LRT, Jakarta, juga nantinya LRT Bodebek. Integrasi ini menjadi cara untuk saling menyuplai penumpang. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan, integrasi dalam layanan Transjakarta menjadi isu penting untuk meningkatkan kemampuan pelayanan. Hal itu bisa dijawab dengan menambah banyak bus-bus (besar, sedang, kecil) yang terintegrasi dalam layanan Transjakarta. Kemudian memperbanyak rute-rute lintasan yang terintegrasi sehingga mencapai target sebuah ekosistem Jak Lingko. "Dalam tahun 2021 ini dan tahun-tahun mendatang, diharapkan Transjakarta dapat lebih meningkatkan kemampuan layanannya, meminimkan keluhan pelanggan serta mengatasi kendala penyerobotan jalur busway di banyak lokasi," tutup Syafrin. Sumber : pingpoint.co.id, 19 Januari 2021 https://pingpoint.co.id/berita/hut-ke-17-transjakarta-ingin-tingkatkan-penumpang-patuhi-protokol-kesehatan/
|