Batasi Mobil Pribadi di DKI |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() JAKARTA (Pos Kota) - Arus lalu Iintas di Ibukota diprediksi tidak bergerak tahun 2014. Artinya begitu keluar dari halaman rumah, kemacetan sudah mendera. Hal ini kemungkinan besar menjadi kenyataan karena tingginya pertambahan kendaraan baru setiap tahunnya. Tidak terkendalinya Jumlah penjJualan kendaraan baru tersebut, menurut Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, membuktikan ketidakberanian pemerintah melakukan pembatasan produksi kendaraan. "Pemerintah tidak punya ngerem produksi kendaraan karena pajak yang dihasilkan kendaraan sangat luar biasa. Kalau hal ini terus dibiarkan. Jakarta bukan hanya tenggelam oleh air, tapi juga dengan kendaraan," kataTulus Abadi yang juga anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini. Pakar transportasi, Darmaningtyas, mengungkapkan belum terselesainya masalah kemacetan karena pemerintah tidak konsisten dalam mengeluarkan kebijakan. ”Di satu sisi pembatasan dilakukan namun di sisi lainnya pembangunan jalan masih terus dikerjakan. Pembangunan jalan hanya akan semakin merangsang kendaraan pribadi oleh warga, paparnya”.
Data Polda Mtero Jaya, pertumbuhan volume kendaraan di Jakarta terus meningkat. Pada 2007, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta 14,61% untuk motor dan 6,73% untuk mobil. Pada 2006, pertumbuhan kendaraan bermotor 12,98% dan mobil 6,50%. Bahkan Komisi Kepolisian Indonesia pernah mencatat jumlah penduduk DKI Jakarta pada Maret 2009 sebesar 8,5 juta jiwa dengan jumlah kendaraan bermotor mencapai 9,99 juta kendaraan. Itu artinya, ada satu keluarga yang memiliki lebih dari satu kendaraan. Pembatasan Kendaraan Pribadi Memang diperlukan terapi untuk memaksa pemilik mobil pribadi beralih ke angkutan massal. Jika tidak, mereka tetap saja ogah naik busway atau KRL misalnya. Apalagi transportasi ini kondisinya tidak nyaman seperti sekarang. Selain membenahi transportasi massal, Pemrov DKI segera membuat terobosan batasi penggunaan kendraan pribadi dengan memberlakukan pajak progresif, dan menerapkan ERP (elektronic road pricing). Penerapan pajak progresif kendaraan rencananya dimulai di Pemrov DKI Januari 2011 dan elektronic road pricing (ERP). Dalam pelaksanaanya pajak progresif, bukan hanya berlaku pada kendaraan milik pribadi namun juga berlaku pada kendaraan badan hukum atau kendaraan operasional perusahaan. Penetetapan pajak diberlakukan mulai 1,5 persen untuk kendaraan pertama, 1,75% untuk kendaraan kedua, 2,5% untuk kendaraan ketiga, dan kendaraan ke empat hingga seterusnya 4%. Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI, Iwan Setiadi, menyatakan pemberlakuan pajak ini merupakan bagian instrumen untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.hal ini lantaran dengan meningkatkan pajak kendaraan, warga akan berpikir ulang memiliki kendaraan lebih dari satu unit. Sayangnya dalam penerapan kebijakan ini tedapat kendala, Gubernur DKI, Fauzi Bowo, beberapa waktu lalu menyinggung pelaksanaan pajak progresif ini tidak akan optimal jika kebijakan yang sama tidak diberlakukan di wilayah mitra lainnya. Mengingat jumlahkendaraan rutin yang melintas ruas jalan Ibukota berasal dari Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi. ERP Terganjal PP Meski pemprov DKI telah menyatakan kesiapannya, penerapan ERP belum dapat segera direalisasikan lantaran masih terganjal payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP). "Dinas Perhubungan DKI Jakarta secara teknis sudah siap. Dan sudah melakukan kajian juga. Tetapi kami masih menunggu keputusan Kementrian Perhubungan (Kemenhub)," kata Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI, Senin (27/9). Dalam mengatasi masalah ini penutupan terhadap pintu mal juga tidak luput dari rencana mengatasi kemacetan ruas jalan Jakarta. Sejumlah pintu masuk Mal yang sudah menjadi wacana bakal di tutup antara lain Mal Ambasador dan Grand Indonesia. Sebab pintu masuk di dua mal itu sebaiknya tidak berada Jalan protokol. Dua mal sebelumnya yakni, mal Pejaten Vilage dan Plaza Semanggi sudah ditutup. "Kami banyak mendapat keluhan bahwa pintu masuk Grand Indonesia dari Jalan MH Thamrin bikin macet," kata Kompol Indra Japar, Kepala TMC,PoI Metro Jaya. Dari semua kebijakan tersebut, penyediaan moda angkutan massal dinilai paling efektif dalam mengatasi pengunaan kendaraan pribadi. Dengan adanya angkutan yang aman dan nyaman maka dengan sendirinya pola masyarakat pengguna kendara pribadi akan beralih ke angkutan umum. (guruh/dwilfa al/edi/setiawan/aklg) Sumber berita: Poskota, 29 September 2010
|